a)
HUKUM OHM
Jika nilai hambatan diperbesar maka kuat arus akan menurun dan untuk beda potensial yang tetap, sehingga bisa ditulis,
Persaman di atas menunjukkan bahwa hambatan berbanding terbalik dengan kuat arus. Dengan kata lain semakin besar beda potensial makin besar kuat arusnya,
Penggabungan kedua persamaan dapat ditulis,
, ,
, ,
Dimana :
§ adalah arus listrik yang
mengalir pada suatu penghantar dalam satuan Ampere.
§ adalah tegangan
listrik yang terdapat pada kedua ujung penghantar dalam
satuan volt.
- adalah nilai hambatan listrik (resistansi) yang terdapat pada suatu penghantar dalam satuan ohm.
Persamaan di ataslah yang disebut hukum Ohm.
Hukum Ohm sendiri menyatakan:
- “Besarnya kuat arus (I) yang melalui konduktor antara dua titik berbanding lurus dengan beda
potensial atau tegangan(V) di
dua titik tersebut, dan berbanding
terbalik dengan hambatan atau resistansi(R) di antara
mereka”
Dengan kata lain bahwa besar arus listrik (I) yang mengalir melalui sebuah hambatan (R) selalu berbanding lurus dengan beda potensial(V) yang diterapkan kepadanya - “Besarnya tegangan pada suatu cabang(V) yang mengandung hambatan(R) yang dialiri arus sebesar (I) adalah sama dengan hasil resistansi dengan arus yang mengalir pada cara tersebut.
Berdasarkan hukum Ohm, 1 ohm didefinisikan
sebagai hambatan yang digunakan dalam suatu rangkaian yang dilewati kuat arus sebesar 1 ampere
dengan beda potensial 1 volt. Oleh karena itu, kita dapat mendefinisikan pengertian
hambatan yaitu perbandingan antara beda potensial dan kuat arus.
Hukum ini dicetuskan
oleh George Simon Ohm, seorang fisikawan dari Jerman pada
tahun 1825 dan
dipublikasikan pada sebuah paper yang berjudul The Galvanic Circuit
Investigated Mathematically pada tahun 1827.
Untuk
membuktikan teorima atau hukum ohm dapat digunakan rangkaian percobaan seperti
dibawah ini:
PERCOBAAN HUKUM OHM
misalnya pada:
a) Penggunaan alat – alat listrik seperti lampu. TV, kulkas, dan
sebagainya harus disesuaikan dengan tegangan
b) Bila alat listrik diberi tegangan yang lebih kecil dari tegangan yang
seharusnya, arus akan mengecil sehingga alat itu tidak bekerja normal (misalnya
lampu redup).
c) Contoh:
1) Lampu padam karena tegangan lampu yang dibutuhkan 4,5 V sedangkan
tegangan dari baterai 1,5 V
2) Lampu redup karena tegangan yang dibutuhkan 4,5 V sedangkan tegangan
dari batu baterai 3 V sehingga kekurangan tegangan
3) Lampu menyala terang karena tegangan lampu yang dibutuhkan 4,5 V sama
dengan tegangan dari batu baterai 4,5 V
4) Lampu menyala
sangat terang karena tegangan yang dibutuhkan lampu 4,5 V sedangkan dari
baterai 6 V sehingga tegangan melebihi lampu. Akibat ini lampu cepat
mati/putus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar